Rabu, 30 Maret 2011

Prinsip 5C dalam Perbankan

Dalam perbankan ada istilah yang disebut 5C, sebenarnya apa makna dari istilah dari 5C tersebut??
5C adalah kriteria bagi orang Bank dalam menilai para nasabahnya. Bagi orang bank, nasabah yang memenuhi kriteria 5C adalah orang yang sempurna untuk mendapatkan pembiayaan. Bank melihat orang yang mempunyai karakter kuat, kemampuan mengembalikan uang, jaminan yang berharga, modal yang kuat, dan kondisi perekonomian yang aman bagaikan melihat sebuah mutiara. Orang seperti ini adalah nasabah potensial untuk diajak bekerja sama atau orang yang layak mendapatkan penyaluran kredit. Pendeknya orang yang mempunyai 5C yang baik adalah manusia yang ideal, menurut kriteria orang bank.

Dalam dunia perbankan pertimbangan yang lazim digunakan untuk mengevaluasi calon nasabah sering disebut dengan prinsip 5C.
Prinsip 5C tersebut yaitu:

>>>> Character, adalah data tentang kepribadian dari calon nasabah seperti sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaan, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon nasabah jujur untuk berusaha memenuhi kewajibannya dengan kata lain, ini merupakan willingness to pay.
>>>> Capacity, merupakan kemampuan calon nasabah dalam mengelola usahanya yang dapat dilihat dari pendidikannya, dan pengalaman mengelola usaha. Capacity ini merupakan ukuran dari ability to pay.
>>>> Capital, adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Hal ini bisa dilihat dari neraca, laporan laba-rugi, struktur permodalan, atau dari rasio keuntungan yang diperoleh. Dari kondisi di atas maka Bank dapat memutuskan apakah calon nasabah layak diberi pembiayaan atau tidak.
>>>> Collateral, adalah jaminan yang mungkin bisa disita apabila ternyata calon nasabah benar-benar tidak dapat memenuhi kewajibannya.
>>>> Condition, pembiayaan yang diberikan juga perlu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dikaitkan dengan prospek usaha calon nasabah. Ada suatu usaha yang sangat tergantung dari kondisi perekonomian, oleh karena itu perlu mengaitkan kondisi ekonimi dengan usaha calon nasabah.
Dikutip dari berbagai sumber :)

Selasa, 29 Maret 2011

"Bangkrutnya sejumlah Kabupaten/Kota"

Setelah Pemkab Aceh Utara pada tahun 2010 minta bantuan keuangan kepada Pemerintah Aceh untuk membayar gaji perangkat desanya yang sudah tertunggak setahun. Kini giliran Pemerintah Kota Langsa dan Pemerintah Kabupaten Bireuen melakukan hal serupa. Pemerintah Kota Langsa dikabarkan tersangkut hutang pada Bank BPD (sekarang Bank Aceh) sebesar 21,8 M yang telah termasuk bunganya. Sedangkan Kabupaten Bireuen bukan karena terlilit utang Bank melainkan 12 Satuan Kerja Pemerintah Kabupaten (SKPK)-nya masih berutang uang proyek sejak tahun 2006-2010 pada pihak ketiga yang telah melaksanakan kegiatan sebesar Rp 30 M lebih.
Sekda Aceh Teuku Setia Budi yang dikonfirmasi sebuah media cetak mengatakan mengenai permohonan bantuan keuangan Pemko Langsa dan Pemkab Bireuen, sampai kemarin belum ada pembahasan khusus mengenai permohonan bantuan dua daerah tersebut. Menurut Setia Budi saat ini untuk memenuhi usulan program dan kegiatan SKBA dalam RAPBA 2011 masih kurang anggaran Rp 1,1 Triliun lagi dari kebutuhan tambahannya 2,2 Triliun. Akibat belum tersedianya anggaran dari penerimaan, maka dalam pertemuan pekan lalu, antara Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dengan badan anggaran DPRA, pagu RAPBA 2011 ditetapkan sebesar 7,945 Triliun.
Tidak pembahasan mengenai bantuan kepada kabupaten/kota yang mengalami masalah keuangan berat seperti Pemko Langsa dan Pemkab Bireuen. Banyak usulan program yang harus dihilangkan karena tak tersedianya anggaran yang memadai. “Belajar dari masalah defisit anggaran yang dialami Pemkab/Pemko, maka dalam penyusunan RAPBK maupun RAPBA 2012 mendatang, hindari defisit yang terbuka terlalu besar” saran Abdullah Saleh.
Selain itu susunan belanja pembangunan dengan penerimaan yang seimbang, rasionalisasi jumlah PNS dan pegawai honorer, tekan biaya rutin kantor dan tingkatkan penerimaan daerah melalui penggalian sumber lokal dan jangan terus bergantung pada pemerintah pusat. “Jika kita terus bergantung pada penerimaan dari dana tambahan baik hasil migas dan otsus, tanpa menggali sumber penerimaan daerah sendiri sebagai PAD, maka setelah masa penerimaan dana otsus habis 16 tahun lagi, pemerintah Aceh dan 23 Kabupaten/Kotanya bisa bangkrut atau collaps karena penerimaan dari pusat besarnya terus cenderung menurun. Timpa Hasbi Abdullah sebagai ketua DPRA yang didampingi ketua Tim Perumus Badan Anggaran DPRA. Sumber Serambi indonesia, Rabu 23 Maret 2011