Selasa, 12 April 2011

UU UMKM di Indonesia

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dijelaskan dalam Bab I,Ketentuan Umum, Pasal 1 bahwa:
1.Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha
Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha
Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini.
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang
dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha
Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau
swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan
kegiatan ekonomi di Indonesia.
5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha
Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan
ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
6. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota,
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
8. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara
sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan
pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang
menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
9. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah
dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui
penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan
kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan,
kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan
berusaha yang seluas-luasnya.
10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan
masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan,
pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya
saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
11. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui
bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk
mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah.
12. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit
sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan
memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat
permodalannya.
13. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha,
baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip
saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan
menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah dengan Usaha Besar.
14. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
15. Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis
bertanggung jawab untuk mengembangkan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:
a. kekeluargaan;
b. demokrasi ekonomi;
c. kebersamaan;
d. efisiensi berkeadilan;
e. berkelanjutan;
f. berwawasan lingkungan;
g. kemandirian;
h. keseimbangan kemajuan; dan
i. kesatuan ekonomi nasional.
Pasal 3
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan
mengembangkan usahanya dalam rangka membangun
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berkeadilan.
BAB III
PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN
Bagian Kesatu
Prinsip Pemberdayaan
Pasal 4
Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan
kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk
berkarya dengan prakarsa sendiri;
b. perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel,
dan berkeadilan;
c. pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan
berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah;
d. peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
dan
e. penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian secara terpadu.
Bagian Kedua
Tujuan Pemberdayaan
Pasal 5
Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang
seimbang, berkembang, dan berkeadilan;
b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh
dan mandiri; dan
c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja,
pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan
pengentasan rakyat dari kemiskinan.
BAB IV
KRITERIA
Pasal 6
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar
lima ratus juta rupiah).
(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00
(lima puluh milyar rupiah).
(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf
b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan
perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan
Presiden.
BAB V
PENUMBUHAN IKLIM USAHA
Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim
Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan
dan kebijakan yang meliputi aspek:
a. pendanaan;
b. sarana dan prasarana;
c. informasi usaha;
d. kemitraan;
e. perizinan usaha;
f. kesempatan berusaha;
g. promosi dagang; dan
h. dukungan kelembagaan.
(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif
membantu menumbuhkan Iklim Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 8
Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf a ditujukan untuk:
a. memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat mengakses kredit
perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;
b. memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas
jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah;
c. memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan
secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam
pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
dan
d. membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk
mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan
lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga
keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem
konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang
disediakan oleh Pemerintah.
Pasal 9
Aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1) huruf b ditujukan untuk:
a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan
mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil; dan
b. memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha
Mikro dan Kecil.
Pasal 10
Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf c ditujukan untuk:
a. membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan
jaringan informasi bisnis;
b. mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai
pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain
dan teknologi, dan mutu; dan
c. memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi
semua pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala
informasi usaha.
Pasal 11
Aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf d ditujukan untuk:
a. mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah;
b. mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil,
Menengah, dan Usaha Besar;
c. mendorong terjadinya hubungan yang saling
menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
d. mendorong terjadinya hubungan yang saling
menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara
Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar;
e. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi
tawar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
f. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin
tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi
konsumen; dan
g. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan
usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang
merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Pasal 12
(1) Aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf e ditujukan untuk:
a. menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan usaha
dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan
b. membebaskan biaya perizinan bagi Usaha Mikro dan
memberikan keringanan biaya perizinan bagi Usaha
Kecil.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
permohonan izin usaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Aspek kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf f ditujukan untuk:
a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi
pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi
sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi
pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang
kaki lima, serta lokasi lainnya;
b. menetapkan alokasi waktu berusaha untuk Usaha Mikro
dan Kecil di subsektor perdagangan retail;
c. mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang
memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta
mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan
turun-temurun;
d. menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta bidang usaha
yang terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus
bekerja sama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah;
e. melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah;
f. mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan
oleh Usaha Mikro dan Kecil melalui pengadaan
secara langsung;
g. memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan
pemborongan kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
dan
h. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.
Pasal 14
(1) Aspek promosi dagang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf g, ditujukan untuk:
a. meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah di dalam dan di luar negeri;
b. memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar
negeri;
c. memberikan insentif dan tata cara pemberian insentif
untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mampu
menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan
promosi produk di dalam dan di luar negeri; dan
d. memfasilitasi pemilikan hak atas kekayaan intelektual
atas produk dan desain Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan
ekspor.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pengawasan dan pengendalian oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.
Pasal 15
Aspek dukungan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf h ditujukan untuk mengembangkan dan
meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan
usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi
sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
BAB VI
PENGEMBANGAN USAHA
Pasal 16
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi
pengembangan usaha dalam bidang:
a. produksi dan pengolahan;
b. pemasaran;
c. sumber daya manusia; dan
d. desain dan teknologi.
(2) Dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif
melakukan pengembangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan,
prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dilakukan
dengan cara:
a. meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta
kemampuan manajemen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah;
b. memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan
prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan
penolong, dan kemasan bagi produk Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah;
c. mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi
dan pengolahan; dan
d. meningkatkan kemampuan rancang bangun dan
perekayasaan bagi Usaha Menengah.
Pasal 18
Pengembangan dalam bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara:
a. melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran;
b. menyebarluaskan informasi pasar;
c. meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik
pemasaran;
d. menyediakan sarana pemasaran yang meliputi
penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran,
penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan
Kecil;
e. memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran,
dan distribusi; dan
f. menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang
pemasaran.
Pasal 19
Pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:
a. memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan;
b. meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; dan
c. membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan
pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan,
penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan
wirausaha baru.
Pasal 20
Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan dengan:
a. meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi
serta pengendalian mutu;
b. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;
c. meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah di
bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan
teknologi baru;
d. memberikan insentif kepada Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah yang mengembangkan teknologi dan melestarikan
lingkungan hidup; dan
e. mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk
memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual.
BAB VII
PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN
Bagian Kesatu
Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Mikro dan Kecil
Pasal 21
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan
pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
(2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan
dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan
kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian
pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
(3) Usaha Besar nasional dan asing dapat menyediakan
pembiayaan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan
Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah,
dan pembiayaan lainnya.
(4) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Dunia Usaha dapat
memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan
mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak
mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil.
(5) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan
insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan,
keringanan tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif
lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
kepada dunia usaha yang menyediakan
pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
Pasal 22
Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro
dan Usaha Kecil, Pemerintah melakukan upaya:
a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan
dan lembaga keuangan bukan bank;
b. pengembangan lembaga modal ventura;
c. pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;
d. peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil
melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan
konvensional dan syariah; dan
e. pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap
sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah:
a. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas
jaringan lembaga keuangan bukan bank;
b. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas
jangkauan lembaga penjamin kredit; dan
c. memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi
persyaratan untuk memperoleh pembiayaan.
(2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif
meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap
pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan cara:
a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan
usaha;
b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan
kredit atau pinjaman; dan
c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis
serta manajerial usaha.
Bagian Kedua
Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Menengah
Pasal 24
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan
Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan
dengan:
a. memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan
modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola
pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga
pembiayaan lainnya; dan
b. mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan
meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor.

BAB VIII
KEMITRAAN
Pasal 25
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan
masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi
kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan,
mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.
(2) Kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan
Kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan
Usaha Besar mencakup proses alih keterampilan di bidang
produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber
daya manusia, dan teknologi.
(3) Menteri dan Menteri Teknis mengatur pemberian insentif
kepada Usaha Besar yang melakukan kemitraan dengan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui inovasi dan
pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan
tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah
lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan.
Pasal 26
Kemitraan dilaksanakan dengan pola:
a. inti-plasma;
b. subkontrak;
c. waralaba;
d. perdagangan umum;
e. distribusi dan keagenan; dan
f. bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama
operasional, usaha patungan (joint venture), dan
penyumberluaran (outsourching).
Pasal 27
Pelaksanaan kemitraan dengan pola inti-plasma sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, Usaha Besar sebagai inti
membina dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah, yang menjadi plasmanya dalam:
a. penyediaan dan penyiapan lahan;
b. penyediaan sarana produksi;
c. pemberian bimbingan teknis produksi dan manajemen
usaha;
d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang
diperlukan;
e. pembiayaan;
f. pemasaran;
g. penjaminan;
h. pemberian informasi; dan
i. pemberian bantuan lain yang diperlukan bagi peningkatan
efisiensi dan produktivitas dan wawasan usaha.
Pasal 28
Pelaksanaan kemitraan usaha dengan pola subkontrak
sebagaimana dimaksud Pasal 26 huruf b, untuk memproduksi
barang dan/atau jasa, Usaha Besar memberikan dukungan
berupa:
a. kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan/atau
komponennya;
b. kesempatan memperoleh bahan baku yang diproduksi secara
berkesinambungan dengan jumlah dan harga yang wajar;
c. bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau
manajemen;
d. perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang
diperlukan;
e. pembiayaan dan pengaturan sistem pembayaran yang tidak
merugikan salah satu pihak; dan
f. upaya untuk tidak melakukan pemutusan hubungan
sepihak.
Pasal 29
(1) Usaha Besar yang memperluas usahanya dengan cara
waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c,
memberikan kesempatan dan mendahulukan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah yang memiliki kemampuan.
(2) Pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan
penggunaan barang dan/atau bahan hasil produksi dalam
negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa
yang disediakan dan/atau dijual berdasarkan perjanjian
waralaba.
(3) Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam
bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen,
pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima
waralaba secara berkesinambungan.
Pasal 30
(1) Pelaksanaan kemitraan dengan pola perdagangan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, dapat
dilakukan dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan
lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah oleh Usaha Besar yang dilakukan
secara terbuka.
(2) Pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang diperlukan
oleh Usaha Besar dilakukan dengan mengutamakan
pengadaan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Mikro
sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang
diperlukan.
(3) Pengaturan sistem pembayaran dilakukan dengan tidak
merugikan salah satu pihak.
Pasal 31
Dalam pelaksanaan kemitraan dengan pola distribusi dan
keagenan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e, Usaha
Besar dan/atau Usaha Menengah memberikan hak khusus
untuk memasarkan barang dan jasa kepada Usaha Mikro
dan/atau Usaha Kecil.
Pasal 32
Dalam hal Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyelenggarakan
usaha dengan modal patungan dengan pihak asing, berlaku
ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan.
Pasal 33
Pelaksanaan kemitraan usaha yang berhasil, antara Usaha Besar
dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dapat ditindaklanjuti
dengan kesempatan pemilikan saham Usaha Besar oleh Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah.
(1) Perjanjian kemitraan dituangkan dalam perjanjian tertulis
yang sekurang-kurangnya mengatur kegiatan usaha, hak
dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pengembangan,
jangka waktu, dan penyelesaian perselisihan.
(2) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaporkan kepada pihak yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perjanjian kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak boleh bertentangan dengan prinsip dasar kemandirian
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta tidak menciptakan
ketergantungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terhadap
Usaha Besar.
(4) Untuk memantau pelaksanaan kemitraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2), Menteri dapat membentuk
lembaga koordinasi kemitraan usaha nasional dan daerah.
Pasal 35
(1) Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha
Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya
dalam pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26.
(2) Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai
Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.
Pasal 36
(1) Dalam melaksanakan kemitraan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 para pihak mempunyai kedudukan hukum
yang setara dan terhadap mereka berlaku hukum Indonesia.
(2) Pelaksanaan kemitraan diawasi secara tertib dan teratur oleh
lembaga yang dibentuk dan bertugas untuk mengawasi
persaingan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PEMBERDAYAAN
USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH
Pasal 38
(1) Menteri melaksanakan koordinasi dan pengendalian
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
(2) Koordinasi dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi:
penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, serta pengendalian
umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah, termasuk penyelenggaraan kemitraan
usaha dan pembiayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan koordinasi
dan pengendalian pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
SANKSI ADMINISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA
Bagian Kesatu
Sanksi Administratif
Pasal 39
(1) Usaha Besar yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (1)
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin
usaha dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
(2) Usaha Menengah yang melanggar ketentuan Pasal 35 ayat (2)
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin
usaha dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah) oleh instansi yang berwenang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Ketentuan Pidana
Pasal 40
Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk
memperoleh dana, tempat usaha, bidang dan kegiatan usaha,
atau pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah yang
diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah).
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini
ditetapkan paling lambat 12 (dua belas) bulan atau 1 (satu)
tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74,
Tambahan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 3611) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Usaha Kecil dan
Menengah dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Loyalitas Nasabah

Di dalam dunia bisnis loyalitas nasabah menjadi persaingan yang sangat ketat, dengan jumlah perusahaan-perusahaan yang semakin banyak dan produk yang ditawarkan perusahaan-perusahaan pun beragam, kualitas pelayananlah yang sangat berpengaruh dalam mempertahankan nasabah atau pun mendapatkan nasabah baru. Kualitas pelayanan sangat penting dalam dunia bisnis. Perusahaan-perusahaan semakin bersaing dalam merebut customer based dengan mengandalkan kualitas
pelayanan. Selain menawarkan berbagai macam produk, perbaikan di sisi
teknologi informasi, sisi pelayanan fisik lainnya, sisi pelayanan non fisik, dan
beragam hal yang berbau pelayanan prima dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan. Semua itu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah dan
akhirnya diharapkan mampu menjaring dana masyarakat. Pelayanan harus
dilakukan terus menerus tanpa henti, karena dunia bisnis bekerja berdasarkan prinsip
kepercayaan, sehingga value itu menjadi penting. Value terbaik bisa membuat
nasabah puas dan pada akhirnya nasabah menjadi loyal.
Sering kita temui di perusahaan-perusahaan yang mana customer service-nya dapat membuat para nasabahnya merasa nyaman, dan disaat CS nya pindah atau tidak bekerja di perusahaan tersebut, maka para nasabah secara emosional yang telah merasa nyaman dengannya pun ikut pindah ke perusahaan lain. Disinilah masalah timbul, maka penting bagi perusahaan untuk melihat masalah ini sebagai hal yang harus diwaspadai. Baiknya sebuah perusahaan mempelajari bagaimana watak mayoritas para nasabahnya dan harusnya perusahaan melakukan pelatihan bagi para CS perusahaan, agar para nasabah tidak terfokus hanya pada satu orang.

Tipe-tipe Loyalitas
Reichheld dalam bukunya The Loyalty Effects menunjukkan tipe-tipe loyalitas nasabah yang dapat dijadikan acuan untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Reichheld menyebut empat tipe loyalitas.
>>Pertama, yang terendah yaitu loyalitas kosong. Nasabah dikatakan tidak mempunyai loyalitas sama sekali jika tak mencari nilai apa pun di luar kebutuhan sesaatnya.
>>Kedua, loyalitas inersia, yaitu mereka yang datang ke penyedia produk atau jasa hanya karena tidak mau membuang waktu dan tenaga untuk menemukan penyedia produk atau jasa yang lebih bagus.
>>Ketiga, loyalitas laten, yaitu mereka yang mencintai satu produk atau layanan tetapi kadar cintanya belum tinggi. Pelanggan ini mempunyai pandangan positif terhadap perusahaan penyedia produk atau jasa tersebut, tetapi penentu repeat buying-nya bersifat situasional bukan emosional.
>>Keempat, loyalitas premium, yaitu pelanggan yang akan membeli secara rutin dan cross-section products, bukan sekadar satu jenis produk. Mereka juga kebal terhadap rayuan pesaing dan mereka tak segan merekomendasikan produk atau layanan perusahaan kita kepada kerabat, kolega, teman, kenalan dan relasi mereka. Loyalitas ini paling menguntungkan dan jadi dambaan kalangan bisnis.
Jadi, dengan mengenali tipe-tipe para nasabah, perusahaan dapat lebih mudah mempertahankan loyalitas para nasabahnya.